Kematian adalah sesuatu yang pasti. Kita takut atau tidak, kelak kita juga akan menghadapinya. Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ وَاِنَّمَا تُوَفَّوْنَ اُجُوْرَكُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۗ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَاُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ


Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Siapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS Ali Imran: 185)


Dunia yang kita anggap sebagai tempat terindah dalam memperjuangkan mimpi ini, jelas-jelas ditegaskan oleh Allah ‘Azza Wajalla akan hancur juga. Dunia tempat kita mengangankan banyak hal, kelak juga akan binasa. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama bahkan menasihatkan kepada Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma agar hidup tak lebih dari seorang musafir,

كُنْ في الدُّنْيَا كَأنَّكَ غَرِيبٌ أوْ عَابِرُ سَبِيلٍ


Hiduplah di dunia seperti orang asing atau musafir.” (HR. Bukhari no. 6416)

Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullahu menjelaskan ayat 185 dari surah Ali Imran,

هذه الآية الكريمة فيها التزهيد في الدنيا بفنائها ، وعدم بقائها ، وأنها متاع الغرور ، تفتن بزخرفها ، وتخدع بغرورها ، وتغر بمحاسنها ، ثم هي منتقِلة ، ومنتقَل عنها إلى دار القرار ، التي توفَّى فيها النفوس ما عملت في هذه الدار ، من خير وشرٍّ

Ayat yang mulia ini terdapat anjuran untuk bersikap zuhud terhadap urusan dunia, kefanaannya dan ketidakkekalannya. Bahwasanya dunia hanyalah tempat senda gurau belaka, yang gemerlapnya bisa menipu, yang gemerlapnya membuat banyak orang tersesat. Kemudian ia akan berpindah menuju negeri keabadian, yang semua makhluk bernyawa diberi balasan apapun yang mereka kerjakan di dunia, baik atau buruk.” (Tafsir As-Sa’diy, hal. 159)


Takut menghadapi kematian

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama menggambarkan bagaimana perbedaan kondisi orang mukmin seperti air yang mengalir dari teko dan orang munafik seperti kain basah yang dikaitkan dengan pengait besi. Mendengar ini tentu saja tak semua siap menghadapi kematian dan siapa di antara kita yang benar-benar siap dengannya?!

Namun, apakah kekhawatiran ini merupakan gangguan setan? Harus kita rinci terlebih dahulu.


Kekhawatiran atau ketakutan yang terpuji

Jika kekhawatiran atau ketakutan akan kematian tadi menjadikan seseorang lebih takut dalam melanggar perintah Allah ‘Azza Wajalla dan menjadikannya lebih taat kepada-Nya, maka kekhawatiran semisal ini tidaklah tercela. Kekhawatiran seperti ini dimiliki para salaf saleh. Hingga di akhir kehidupan mereka dipenuhi dengan tangisan, bukan karena takut dengan kematiannya, melainkan takut dengan apa yang akan menimpa mereka di hari kemudian.

‘Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu sering menangis ketika datang ke pemakaman. Ketika ditanya alasan tangisan tersebut, beliau menjawab bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama bersabda,

إنَّ القبرَ أوَّلُ مَنازلِ الآخرةِ ، فإن نجا منهُ ، فما بعدَهُ أيسرُ منهُ ، وإن لم يَنجُ منهُ ، فما بعدَهُ أشدُّ منهُ

“Sesungguhnya kubur ini adalah awal peristiwa akhirat. Siapa saja yang selamat di sana, maka setelahnya akan lebih mudah. Dan siapa saja yang tidak selamat, maka kondisi setelahnya akan lebih mengerikan.” (Shahih Ibnu Majah, no. 3461)

Bekal apa yang harus kita perbanyak untuk menghadapi kematian agar kita meninggal dengan tenang? Ketakwaan. Seorang penyair pernah mengatakan,

تزود من التقوى فإنك لا تدري إذا جن ليل هل تبقى إلى الفجر

“Berbekallah dengan ketakwaan! Karena engkau tidak tahu ketika malam menjelang, apakah engkau tetap bertahan hidup hingga fajar menyingsing.”


Ketakutan akan kematian yang tercela

Namun, ada juga kekhawatiran yang tercela ketika menyikapi kematian. Yaitu, kekhawatiran yang menjadikan pelakunya enggan untuk bangkit atau berbuat banyak ketaatan kepada Allah ‘Azza Wajalla, atau berburuk sangka dengan Allah ‘Azza Wajalla, atau berputus asa dari ampunan Allah ‘Azza Wajalla. Kekhawatiran yang semisal ini sama sekali tidak bermanfaat bagi pelakunya. Bahkan, boleh jadi itu merupakan tanda gangguan setan. Apakah kita bisa menghindarinya? Dengan izin Allah, bisa.

Allah ‘Azza Wajalla menjelaskan dalam firman-Nya betapa lemahnya gangguan setan terhadap manusia,

إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفاً

Sesungguhnya tipu daya setan teramat lemah.” (QS. An-Nisa: 76)

Di antara beberapa kiat agar kita terhindar dari was-was yang semisal ini adalah:

Pertama: Berlindung kepada Allah dari gangguan setan yang terkutuk.

Kedua: Banyak mengingat Allah dengan berzikir kepada-Nya, berupa zikir pagi-petang, zikir sebelum tidur, zikir ketika masuk kamar mandi, dan lain-lain.

Ketiga: Banyak membaca Al-Qur’an.

Keempat: Memperbanyak salat sunah, seperti salat malam.

Kelima: Memperbanyak amalan-amalan sunah, dan sebagainya.

Dengan sibuknya seorang hamba dalam ketaatan kepada Allah, Allah tidak akan membiarkan setan mengganggunya sama sekali. Ibnul Jauzi rahimahullahu mengatakan,

النفس اذا لم تشغلها بالطاعة شغلتك بالمعصية

“Jika jiwa ini tidak disibukkan dengan ketaatan, maka akan disibukkan dengan kemaksiatan.”


🕋 PT. Jana Madinah Wisata

“InsyaAllah Perjalanan Nyaman Sesuai Syariah”

INFO, PENDAFTARAN & KONSULTASI UMROH :


📞 0813-7477-4715 (whatsApp/call)

🌐www.janamadinahwisata.co.id

Alamat Kantor Pusat Jana Madinah Wisata : Jl. Pulo Sirih Utama No.297, RT.001/RW.015, Jaka Setia, Kec. Bekasi Selatan. Bekasi, Jawa Barat 17147