Sebagaimana Nabi Zakaria dan Yahya ‘alaihimassalam, Nabi Isa ‘alaihis salam pun tidak disebutkan dalam Alkitab Yahudi, karena orang Yahudi menganggap nabi terakhir mereka adalah Maleakhi (sekira abad ke-5 SM).
Sementara dalam Alkitab Nasrani, empat Injil kanonik (Injil yang diakui gereja sebagai kitab suci) yaitu Injil Markus, Lukas, Matius, dan Yohanes, sejatinya adalah buku biografi atau kisah kehidupan Nabi Isa versi kalangan Nasrani.
Nama Nabi Isa
Di antara perbedaan kisah Nabi Isa dalam Al Qur’an dan Alkitab adalah namanya. Nama yang digunakan dalam Alkitab (Bahasa Indonesia) adalah Yesus. Nama ini berasal dari kata Yunani Iēsoûs (Ἰησοῦς), dan merupakan Yunanisasi/Hellenisasi nama Ibrani Yēšua (ישוע).
Sedangkan Al Qur’an menggunakan nama Isa (عِيسَى) yang berasal dari Bahasa Aram dialek Galilea, yaitu I’sha’ (ܝܫܘܥ). Hal ini karena Nabi Isa dibesarkan ibunya, Maryam, di kota Nazaret (asal kata Nasrani) di wilayah Galilea (utara Palestina), dan Bahasa Aram adalah bahasa utama penduduk Galilea.
Dan orang banyak itu menyahut: “Inilah nabi Yesus dari Nazaret di Galilea.” (Injil Matius 21:11)
Peta Palestina di masa Nabi Isa, kota Nazaret di Galilea berada di utara Yerusalem (sumber gambar: www.conformingtojesus.com)
Pasca hancurnya Kerajaan Yehuda (587 SM), dan orang-orang Yahudi mengalami Pembuangan ke Babilonia, Bahasa Aram menggantikan bahasa Ibrani sebagai bahasa sehari-hari di Palestina.
Setelah Alexander yang Agung menguasai wilayah Palestina pada 332 SM, Bahasa Yunani Koine menjadi bahasa resmi wilayah tersebut. Kata Koine berarti “dialek umum” karena bahasa ini merupakan dialek umum yang digunakan tentara Alexander yang Agung.
Ketika Romawi menaklukkan Yunani, Bahasa Yunani Koine tetap menjadi bahasa dominan di bagian timur Kekaisaran Romawi karena bangsa Romawi banyak mengambil dan menggunakan kebudayaan Yunani.
Bahasa Yunani Koine bahkan menjadi bahasa asli semua kitab Perjanjian Baru (dalam Alkitab Nasrani). Naskah Injil tertua dari abad ke-2 M berisikan teks yang menggunakan bahasa Yunani Koine.
Sehingga di masa Nabi Isa (awal abad ke-1 M), bahasa utama yang digunakan orang Yahudi di Palestina adalah Bahasa Aram dan Yunani Koine, sementara Bahasa Ibrani telah menjadi bahasa eksklusif kaum agamawan yang digunakan untuk ritual keagamaan Yahudi.
Nabi Isa sendiri pengguna Bahasa Aram dialek Galilea yang berbeda dengan bahasa yang digunakan penduduk Yerusalem. Hal ini tercatat dalam peristiwa penyaliban orang yang diserupakan dengan Nabi Isa.
Sementara itu Petrus duduk di luar di halaman. Maka datanglah seorang hamba perempuan kepadanya, katanya: “Engkau juga selalu bersama-sama dengan Yesus, orang Galilea itu.” (Injil Matius 26:69)
Tidak lama kemudian orang-orang yang ada di situ datang kepada Petrus dan berkata: “Pasti engkau juga salah seorang dari mereka, itu nyata dari bahasamu.” (Injil Matius 26:73)
Oleh karena itu, nama yang benar adalah yang digunakan Al Qur’an yaitu Isa (عِيسَى) karena nama ini berasal dari bahasa yang digunakan Nabi Isa.
Sedangkan nama Yesus dalam Alkitab Nasrani adalah pelafalan Yunani atau Hellenisasi dari nama Ibrani dialek Yerusalem yang berbeda dengan bahasa yang digunakan Nabi Isa.
Tantangan Dakwah Nabi Isa
Alkitab Nasrani menceritakan Nabi Isa mendapat tantangan dakwah dari dua golongan, yaitu kaum liberal (Saduki) dan kaum tradisionalis (Farisi).
Kata Saduki terkait dengan akar kata ṣāḏaq yang berarti benar atau adil, yang menunjukkan gelar bagi orang yang dianggap memiliki otoritas keadilan di masyarakat, yaitu kaum bangsawan di masa itu.
Kaum Saduki berasal dari kalangan elit bangsawan dan tuan tanah, jumlahnya minoritas. Mereka menerima filsafat dan budaya Yunani (Hellenisme) sehingga menjadikan pemikiran mereka liberal.
Mereka menolak takdir, menolak adanya kebangkitan di akhirat, dan menganggap tidak ada hadiah dan hukuman setelah kematian.
“Pada hari itu datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki, yang berpendapat bahwa tidak ada kebangkitan.” (Injil Matius 22:23)
Sedangkan kata Farisi terkait dengan akar kata pərīšā (dipisahkan) yaitu pemisahan/penolakan terhadap unsur atau orang non-Yahudi (termasuk budaya Yunani).
Kaum Farisi menolak pemikiran dan budaya Yunani. Mereka berasal dari rakyat kebanyakan, jumlahnya mayoritas, sehingga kerap mendaku sebagai pemegang otoritas keagamaan yang sah. Karena itu, di dalam Injil, orang Farisi sering disandingkan sebagai ahli Taurat.
Mereka mengambil sikap tradisionalis, yaitu bersandar pada pengajaran lisan (oral Torah) di mana pendapat ulama mereka dan adat kebiasaan lebih diutamakan daripada dalil-dalil teks. Ritual mereka menjadi dasar peribadatan Yahudi saat ini.
“Kemudian datanglah beberapa orang Farisi dan ahli Taurat dari Yerusalem kepada Yesus …” (Injil Matius 15:1)
Tetapi jawab Yesus kepada mereka: “Mengapa kamupun melanggar perintah Allah demi adat istiadat nenek moyangmu?” (Injil Matius 15:3)
Injil juga menceritakan bahwa kaum Farisi sering berbeda antara perkataan dan perbuatan. Nabi Isa juga mencela kaum Farisi yang suka membangun kuburan orang-orang saleh.
“Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa.” (Injil Matius 23:2)
“Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya.” (Injil Matius 23:3)
“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu membangun makam nabi-nabi dan memperindah tugu orang-orang saleh.” (Injil Matius 23:29)
Tantangan dakwah dari kaum tradisionalis dan kaum liberal adalah pola yang sering berulang dalam sejarah.
Seperti misalnya Nabi Hud ‘alaihis salam yang menghadapi kaum tradisionalis yang menjadikan adat kebiasaan nenek moyang sebagai sumber utama kebenaran.
قَالُوا أَجِئْتَنَا لِنَعْبُدَ اللَّهَ وَحْدَهُ وَنَذَرَ مَا كَانَ يَعْبُدُ آبَاؤُنَا
Mereka berkata, “Apakah kedatanganmu (Nabi Hud) kepada kami, agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh nenek moyang kami?”
(QS. Al A’raaf: 70)
Nabi Hud juga menghadapi kaum liberal yang menjadikan akal sebagai sumber utama kebenaran sehingga menolak adanya kebangkitan di akhirat.
وَقَالَ الْمَلَأُ مِنْ قَوْمِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِلِقَاءِ الْآخِرَةِ وَأَتْرَفْنَاهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا مَا هَٰذَا إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يَأْكُلُ مِمَّا تَأْكُلُونَ مِنْهُ وَيَشْرَبُ مِمَّا تَشْرَبُونَ
أَيَعِدُكُمْ أَنَّكُمْ إِذَا مِتُّمْ وَكُنْتُمْ تُرَابًا وَعِظَامًا أَنَّكُمْ مُخْرَجُونَ
اِنْ هِيَ اِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوْتُ وَنَحْيَا وَمَا نَحْنُ بِمَبْعُوْثِيْنَ
Dan berkatalah para pemuka orang kafir dari kaumnya dan yang mendustakan pertemuan hari akhirat serta mereka yang telah Kami beri kemewahan dan kesenangan dalam kehidupan di dunia, “(Orang) ini (Nabi Hud) tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia makan apa yang kamu makan, dan dia minum apa yang kamu minum.”
“Adakah dia menjanjikan kepada kamu, bahwa apabila kamu telah mati dan menjadi tanah dan tulang belulang, sesungguhnya kamu akan dikeluarkan (dari kuburmu)?”
“Kehidupan itu tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan kita hidup, dan sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagi.”
(QS. Al Mu’minuun: 33, 35, & 37)
Juga Nabi Muhammad shallallaahu’alaihi wa sallam yang menghadapi kaum tradisionalis yang membuat syariat baru (bid’ah) Bahirah, Sa’ibah, Wasilah, dan Haam berdasarkan kebiasaan nenek moyang.
مَا جَعَلَ اللَّهُ مِنْ بَحِيرَةٍ وَلَا سَائِبَةٍ وَلَا وَصِيلَةٍ وَلَا حَامٍ ۙ وَلَٰكِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ ۖ وَأَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَىٰ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ قَالُوا حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا ۚ أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ
“Allah tidak pernah mensyariatkan adanya Bahirah, Sa’ibah, Wasilah, dan Haam. Tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti.”
Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Marilah (mengikuti) apa yang diturunkan Allah dan (mengikuti) Rasul.” Mereka menjawab, “Cukuplah bagi kami apa yang kami dapati nenek moyang kami (mengerjakannya).” Apakah (mereka akan mengikuti) juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?
(QS. Al Maa’idah: 103–104)
Nabi Muhammad juga menghadapi kaum yang menolak adanya kebangkitan di akhirat.
وَقَالُوا إِنْ هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا وَمَا نَحْنُ بِمَبْعُوثِينَ
Dan tentu mereka akan mengatakan (pula), “Hidup hanyalah di dunia ini, dan kita tidak akan dibangkitkan.”
(QS. Al An’aam: 29)
Diangkatnya Nabi Isa
Perbedaan lainnya kisah Nabi Isa dalam Al Qur’an dan Alkitab adalah peristiwa penyaliban. Alkitab Nasrani menyatakan bahwa yang disalib adalah Nabi Isa.
Namun, Alkitab sendiri juga menceritakan bahwa rombongan orang yang hendak menangkap Nabi Isa tidaklah mengenalinya. Hal ini selain karena peristiwa tersebut terjadi di malam hari, juga karena Nabi Isa bukan penduduk asli Yerusalem.
Yudas bahkan sampai harus mencium orang yang diserupakan dengan Nabi Isa untuk menandainya sebagai orang yang harus ditangkap.
Orang yang menyerahkan Dia telah memberitahukan tanda ini kepada mereka: “Orang yang akan kucium, itulah Dia, tangkaplah Dia.” (Injil Matius 26:48)
Yudas sendiri berasal dari Kerioth, kota di ujung selatan Palestina. Sehingga dia adalah satu-satunya dari 12 murid Nabi Isa yang tidak berasal dari Galilea. Yudas baru bergabung dengan Nabi Isa selama tiga tahun sebelum peristiwa penyaliban.[1]
Saat hendak disalib, orang yang diserupakan dengan Nabi Isa juga menyerukan ungkapan penderitaan akibat beratnya rasa sakit yang ia rasakan.
Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: “Eli, Eli, lama sabakhtani?” Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? (Injil Matius 27:46)
Ungkapan ini menjadi bukti bahwa tidak mungkin Tuhan akan berseru mengeluh kepada Tuhan karena merasa ditinggalkan.
Ungkapan ini juga tidak keluar dari seorang Nabi yang tahu bahwa Allah tidak akan meninggalkannya. Namun, ungkapan ini keluar dari manusia yang terkejut betapa berat penderitaan yang harus dirasakannya ketika dia bersedia menjadi orang yang diserupakan dengan Nabi Isa.
Sementara Al Qur’an menyatakan bahwa yang disalib adalah orang yang diserupakan dengan Nabi Isa.
وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللَّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَٰكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ
بَلْ رَفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا
Dan karena ucapan mereka, “Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah,” padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh adalah) orang yang diserupakan dengan Isa.
“Tetapi Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.”
(QS.An Nisaa’: 157 & 158)
Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya mengutip riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwa di malam hari saat hendak ditangkap, Nabi Isa berkata pada murid-muridnya,
“Siapakah di antara kalian yang mau dijadikan sebagai orang yang serupa denganku, lalu ia akan dibunuh sebagai gantiku, maka kelak dia akan bersamaku dalam satu tingkatan (di surga nanti)?”
Maka berdirilah seorang pemuda yang paling muda usianya di antara yang ada, lalu Isa berkata kepadanya, “Duduklah kamu.”
Kemudian ia mengulangi lagi kata-katanya kepada mereka. Pemuda itu berdiri lagi mengajukan dirinya, maka Isa berkata, “Duduklah kamu.”
Lalu ia mengulangi lagi kata-katanya itu, maka pemuda itu juga yang berdiri seraya berkata, “Aku bersedia.”
Akhirnya Isa berkata, “Kalau memang demikian, kamulah orangnya.’’ Maka Allah menjadikannya serupa dengan Nabi Isa
Sedangkan Nabi Isa sendiri diangkat ke langit dari salah satu bagian atap rumah tersebut.[2]
Wallahu A’lam
📞 Hubungi kami di 0813-747-747-15 atau kunjungi situs kami di janamadinahwisata.co.id untuk informasi lebih lanjut dan pendaftaran. Jana Madinah Wisata siap membantu Anda merencanakan perjalanan haji yang tak terlupakan
Bersama Jana Madinah Wisata wujudkan perjalanan spiritual mu.
🕋 PT. Jana Madinah Wisata
(Provider Visa Haji Furoda)
Travel Umroh & Haji
"InsyaAllah Perjalanan Nyaman Sesuai Syariah"
INFO, PENDAFTARAN & KONSULTASI UMROH / HAJI :
📞 0813-7477-4715 (whatsApp/call)
🌐www.janamadinahwisata.co.id
Alamat Kantor Pusat Jana Madinah Wisata :
Jl. Pulo Sirih Utama No.297, RT.001/RW.015, Jaka Setia, Kec. Bekasi Selatan.
Bekasi, Jawa Barat 17147
#JMW
#JMW