Maraknya caci maki yang ditampakkan di media sosial saat ini telah menjadi fenomena yang mengkhawatirkan. Tidak hanya perselisihan antar teman atau tetangga yang tersebar, bahkan pertengkaran ibu dan anak yang seharusnya menjadi urusan pribadi, kini dapat diakses dan dikomentari oleh publik. Fenomena ini memperlihatkan betapa mudahnya orang melontarkan kata-kata kasar, mencela, bahkan melaknat sesama Muslim, seolah-olah hal tersebut telah menjadi kebiasaan yang lumrah di era digital ini. Padahal, dalam Islam, melaknat sesama Muslim adalah perbuatan yang sangat dilarang.

Dalam Kitab al-Adzkar karya Imam an-Nawawi, terdapat bab yang membahas larangan melaknat. Di antaranya adalah hadis yang diriwayatkan dari Tsabit bin Dlahhak RA.

“لَعْنُ المُؤْمِنِ كَقَتْلِهِ”

“Melaknat seorang mukmin itu seperti membunuhnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menyamakan dosa melaknat dengan dosa membunuh seorang mukmin. Artinya, beratnya dosa melaknat begitu besar sehingga bisa sebanding dengan menghilangkan nyawa seorang Muslim. Rasulullah SAW sangat tegas dalam menekankan bahwa merendahkan atau mencela seseorang, apalagi melaknatnya, adalah tindakan yang tidak bisa dianggap ringan. Seperti halnya membunuh, melaknat juga dapat menghancurkan kehormatan dan kedamaian seseorang. Oleh karena itu, kita harus senantiasa menjaga lisan kita agar tidak melukai sesama Muslim.

Dalam hadis riwayat Abu Hurairah RA juga disebutkan,

“لا يَنْبَغِي لِصِدِّيقٍ أنْ يَكُونَ لَعَّانًا”

“Tidak pantas bagi seorang yang jujur menjadi orang yang suka melaknat.” (HR. Muslim)

Hadis ini menegaskan bahwa seorang Muslim yang baik dan jujur tidak mungkin menjadi seseorang yang suka melaknat. Kata “ṣiddīq” dalam hadits ini berarti orang yang memiliki integritas tinggi, yang selalu berkata dan bertindak jujur. Rasulullah SAW menekankan bahwa karakter seorang Muslim sejati adalah yang menjaga lisannya dari perkataan buruk. Orang yang jujur dan beriman kepada Allah akan selalu berusaha menjaga mulutnya dari melaknat, mencaci, atau mencela, karena ia memahami betapa besar dampaknya bagi dirinya sendiri dan orang lain.

Selain itu, Abu Darda’ RA juga turut meriwayatkan hadis sebagai berikut:

“لا يَكُونُ اللَّعَّانُونَ شُفَعاءَ وَلا شُهَدَاءَ يَوْمَ القِيامَةِ”

“Orang-orang yang suka melaknat tidak akan menjadi penolong atau saksi di hari kiamat. (HR. Muslim)

Hadis ini memberikan peringatan yang sangat serius bagi mereka yang suka melaknat. Rasulullah SAW menyebutkan bahwa mereka yang terbiasa melaknat akan dijauhkan dari peran mulia sebagai penolong (syafī‘) atau saksi (syuhadā’) di hari kiamat. Ini berarti, orang yang suka melaknat tidak akan mendapatkan kemuliaan dan kehormatan di hadapan Allah SWT pada hari kiamat. Mereka yang suka melaknat akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan syafaat atau kedudukan istimewa di akhirat.


Oleh karena itu, kita semua harus lebih berhati-hati dalam berbicara, terutama di ruang publik seperti media sosial. Menghindari kata-kata kasar dan melaknat sesama adalah bentuk menjaga kehormatan diri dan orang lain, apalagi melaknat anak atau orang tua sendiri.

Sebagai seorang Muslim, marilah kita berusaha menjaga lisan, memperbanyak doa, dan menebar kebaikan, sehingga tidak hanya selamat di dunia, tetapi juga mendapatkan kemuliaan di akhirat.