Allah Ta’ala melarang kita dari memakan harta riba. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ الرِّبَا أَضْعَافاً مُّضَاعَفَةً وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
”Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, supaya kamu mendapatkan keberuntungan.” (QS. Ali ‘Imran: 130)
Allah Ta’ala juga berfirman,
فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ
”Jika kamu tidak mengerjakan (yaitu meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu. Kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al-Baqarah: 279)
Seorang makhluk tidak akan pernah bisa memenangkan peperangan melawan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam. Hanya terdapat dua dosa yang pelakunya diancam dengan peperangan melawan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu memakan harta riba dan menyakiti wali Allah Ta’ala. [1]
Allah Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
”Orang-orang yang memakan (mengambil) riba, dia tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), ‘Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba.’ Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 275)
Allah Ta’ala mengancam dengan ancaman yang sangat keras, yaitu berada kekal di neraka, kepada seseorang yang kembali lagi memakan harta riba setelah dirinya diberi nasihat tentang haramnya memakan harta riba.
Para ulama berselisih pendapat apa makna firman Allah Ta’ala, ”Orang-orang yang memakan (mengambil) riba, dia tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.”
Di antara para ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah orang yang memakan riba itu tidaklah bangkit dari kuburnya pada hari kiamat, kecuali dalam keadaan seperti orang gila. Sebagian lagi berpendapat bahwa maksudnya adalah orang yang memakan riba itu tidaklah melakukan transaksi riba, kecuali seakan-akan mereka itu orang gila yang tidak peduli dengan keadaan dan nasib orang lain karena sifat mereka yang sangat rakus.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa pendapat yang benar, jika satu ayat mengandung dua kemungkinan makna dan dua kemungkinan makna itu tidak saling bertentangan, maka ayat tersebut dimaknai dengan semua kemungkinan makna yang ada. Sehingga di dalam menafsirkan surah Al-Baqarah ayat 275 di atas, beliau membenarkan dua makna yang terdapat di kalangan para ulama tersebut.
Allah Ta’ala menyiksa orang yang berbuat maksiat setelah mereka menolak bertobat dari kemaksiatannya. Hal ini juga berlaku bagi pelaku riba yang diancam dengan peperangan melawan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam. Barangsiapa yang tetap memakan harta riba, maka mereka akan menjadi penghuni neraka. Inilah hukuman bagi pelaku riba di akhirat kelak.
Sedangkan hukuman baginya di dunia, Allah Ta’ala berfirman,
يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
”Allah Ta’ala hancurkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (QS. Al-Baqarah: 276)
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan hancurnya harta riba adalah dengan:
Pertama, penghancuran yang sifatnya konkret.
Contoh penghancuran harta riba secara konkret adalah Allah Ta’ala menimpakan bencana dengan ditimpakan penyakit yang sangat parah kepada pelaku riba. Demikian pula, seluruh anggota keluarganya juga mengalami sakit yang serupa sehingga memerlukan banyak uang untuk membiayai pengobatan. Akhirnya, harta yang didapatkannya dengan riba akan habis dengan cepat. Atau Allah Ta’ala menimpakan kebakaran sehingga menghancurkan dan menghabiskan seluruh harta yang didapatkannya dengan jalan riba.
Kedua, penghancuran yang sifatnya abstrak.
Contoh penghancuran harta riba yang bersifat abstrak adalah seseorang yang mempunyai harta, akan tetapi dia pelit terhadap dirinya sendiri. Hartanya yang melimpah itu hanya disimpan sehingga dirinya bagaikan orang miskin yang tidak mempunyai harta. Keadaan orang ini lebih buruk dari keadaan orang yang benar-benar tidak memiliki harta. Dia tidak bisa merasakan manfaat harta tersebut, sehingga hancurlah hartanya. Contoh yang lain adalah dirinya menderita penyakit tertentu sehingga tidak boleh makan berbagai macam makanan yang lezat dan enak. Sehingga meskipun hartanya melimpah, dia tidak bisa memanfaatkan dan menikmati hartanya tersebut sedikit pun.
Semoga Allah Ta’ala menjaga dan melindungi kita semua
📞 Hubungi kami di 0813-747-747-15 atau kunjungi situs kami di janamadinahwisata.co.id untuk informasi lebih lanjut dan pendaftaran. Jana Madinah Wisata siap membantu Anda merencanakan perjalanan haji yang tak terlupakan.
Bersama Jana Madinah Wisata wujudkan perjalanan spiritual mu.
🕋 PT. Jana Madinah Wisata (Provider Visa Haji Furoda) Travel Umroh & Haji
"InsyaAllah Perjalanan Nyaman Sesuai Syariah"
INFO, PENDAFTARAN & KONSULTASI UMROH / HAJI :
📞 0813-7477-4715 (whatsApp/call)
🌐www.janamadinahwisata.co.id
Alamat Kantor Pusat Jana Madinah Wisata : Jl. Pulo Sirih Utama No.297, RT.001/RW.015, Jaka Setia, Kec. Bekasi Selatan. Bekasi, Jawa Barat 17147