Sebelum membahas gangguan setan terhadap orang kafir, perlu dijelaskan terlebih dahulu mengenai perbedaan Jin, Setan, dan Iblis.

Jin, Setan, dan Iblis

Al Qur’an surat Al Hijr ayat 27 menyebutkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan Jin dari api yang sangat panas.

Jin memiliki sifat ‘ijtinan’ (اجتنان) yang artinya tersembunyi dan tidak kelihatan. Sifat ini serupa dengan salah satu jenis api, yakni api metanol yang jernih (tidak berwarna) dan tanpa asap.

Di antara sifat api yang juga dimiliki Jin adalah mampu menembus celah-celah benda padat, mirip dengan gas.


Walaupun fisiknya berasal dari energi, Jin tetap memiliki kesamaan dengan manusia yang fisiknya berasal dari materi, yakni sama-sama menerima perintah dan larangan syariat (QS. Adz Dzaariyaat: 56).

Oleh karena itu, ada Jin baik dan ada Jin jahat (QS. Al Jin: 11), serta ada Jin muslim dan ada Jin kafir (QS. Al Jin: 14).

Sedangkan Setan adalah sifat yang dapat melekat pada makhluk. Setan digunakan untuk menyebut setiap makhluk yang menentang dan membangkang.

Setan berasal dari kata ‘syutun’ (شطون) yang artinya jauh, karena Setan dijauhkan dari rahmat Allah Ta’ala akibat membangkang dan mengajak pihak lain untuk ikut membangkang.


Karena Setan itu sifat maka kata ini bisa melekat pada diri manusia dan Jin, sebagaimana Allah sebutkan bahwa ada Setan dari golongan Jin dan manusia (QS. An Naas: 6).

Sementara Iblis adalah nama satu Jin yang menjadi pemimpinnya para Jin pembangkang. Iblis juga memiliki keturunan, sebagaimana umumnya jin lainnya (QS. Al-Kahfi: 50).

Iblis hadir di langit pertama saat Allah mengenalkan Nabi Adam ‘alaihis salam sebagai khalifah di muka bumi (QS. Al Baqarah: 30). Lihat kembali tulisan mengenai langit pertama di Surga Nabi Adam menurut Al Quran dan Alkitab.

Iblis kemudian menolak perintah Allah untuk memberikan sujud penghormatan kepada Nabi Adam.

Sujud penghormatan adalah syariat terdahulu (syar’u man qablana) yang membolehkan sujud kepada manusia dalam rangka penghormatan, bukan dalam rangka ibadah.

Sujud penghormatan juga terdapat dalam kisah Nabi Yusuf ‘alaihis salam. “Dan ia menaikkan kedua ibu-bapanya ke atas singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. “ (QS. Yusuf: 100)


Sedangkan syariat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengharamkan sujud kepada makhluk, walaupun hanya untuk penghormatan.

Tatkala Mu’adz datang dari Syam, ia bersujud kepada Nabi Muhammad. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Apa-apaan ini ya Mu’adz!”

Mu’adz menjawab, “Aku pernah mendatangi Syam, aku mendapatkan orang-orang Syam sujud kepada para uskup dan komandan mereka. Maka, aku ingin melakukannya terhadapmu.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,

فَلَا تَفْعَلُوا فَإِنِّي لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِغَيْرِ اللَّهِ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا

“Janganlah kalian melakukannya, kalau saja aku diperbolehkan memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada selain Allah, niscaya aku akan perintahkan seorang istri bersujud kepada suaminya.”

(HR. Ibnu Majah no. 1843 versi aplikasi Lidwa)


Iblis menolak perintah Allah untuk memberikan sujud penghormatan kepada Nabi Adam karena merasa dirinya lebih mulia dari Nabi Adam.

Iblis berkata: “Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah”. (QS. Shaad: 76)

Allah pun menghukum Iblis dengan menetapkannya sebagai makhluk yang sesat/terkutuk. Iblis lalu menyatakan bahwa dirinya akan menyesatkan semua manusia (anak cucu Adam), baik yang beriman maupun yang tidak.


Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya.” (QS. Al Hijr: 39)

Iblis kemudian memimpin segolongan Jin untuk mengajak semua manusia dan Jin lainnya untuk ikut membangkang kepada aturan Allah.

Karena itu, istilah Setan secara umum adalah semua manusia dan Jin yang membangkang terhadap aturan Allah, dan mengajak pihak lain untuk ikut membangkang.

Sedangkan istilah Setan secara khusus adalah golongan Jin yang dipimpin Iblis yang bertujuan mengajak semua manusia dan Jin lainnya untuk ikut membangkang.

Istilah Setan yang digunakan dalam tulisan ini adalah istilah Setan secara khusus.


Gangguan Setan

Dalam menjalankan misinya, Iblis menempatkan Jin anak buahnya untuk mendampingi setiap manusia.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا وَقَدْ وُكِّلَ بِهِ قَرِينُهُ مِنْ الْجِنِّ

“Tidaklah seorang pun di antara kalian melainkan telah ditunjuk baginya seorang Qarin (pendamping) dari kalangan Jin.”


(HR. Muslim no. 5034 versi aplikasi Lidwa)

Jin Qarin ini memberikan gangguan dalam bentuk bisikan ke dalam dada/hati manusia (QS. An Naas: 5).

Di antara yang dibisikkan Jin Qarin (Setan) ke dalam hati manusia adalah perselisihan (QS.Al Israa’: 53); memanjangkan angan-angan (QS. Muhammad: 25), dan menakut-nakuti dengan kemiskinan (QS. Al Baqarah: 268).

Jin Qarin (Setan) mendapatkan manfaat dari manusia yang didampinginya melalui energi yang dihasilkan emosi negatif manusia.

Sebagaimana manusia, Jin pun memerlukan makanan. Di antara makanan Jin adalah tulang dan kotoran hewan (HR Bukhari no. 3571 versi aplikasi Lidwa).

Jin juga dapat memakan makanan manusia yang dimakan manusia tanpa membaca Bismillah (HR Muslim no. 3762 versi aplikasi Lidwa).


Sebagai makhluk energi, Jin hanya memakan energi dari makanan berwujud materi yang telah disebutkan di atas.

Jin pun dapat memakan energi yang dihasilkan emosi negatif manusia.

Seorang sahabat pernah membonceng di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika hewan tunggangan beliau lambat (dalam riwayat lain disebutkan tergelincir) maka sahabat tersebut berkata, “Celakalah Setan ini”.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,

لَا تَقُلْ تَعِسَ الشَّيْطَانُ فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ ذَلِكَ تَعَاظَمَ حَتَّى يَكُونَ مِثْلَ الْبَيْتِ وَيَقُولُ بِقُوَّتِي وَلَكِنْ قُلْ بِسْمِ اللَّهِ فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ ذَلِكَ تَصَاغَرَ حَتَّى يَكُونَ مِثْلَ الذُّبَابِ

“Jangan engkau berkata, ‘Celakalah Setan ini’, sebab jika engkau berkata seperti itu ia (Setan) akan semakin besar hingga seperti rumah seraya berkata ‘demi kekuatanku.’ Tetapi hendaklah engkau katakan ‘Bismillah’. Jika engkau ucapkan itu maka Setan akan semakin kecil hingga seperti lalat.”

(HR. Ahmad no. 19682 dan Abu Daud no. 4330 versi aplikasi Lidwa)


Hal ini menunjukkan bahwa energi yang dihasilkan emosi negatif manusia dapat memberi manfaat bagi Jin yang zalim.

Karena itulah terkadang ada Jin yang menampakkan diri untuk menakut-nakuti manusia agar dapat mengambil manfaat dari energi yang dihasilkan emosi negatif, yaitu rasa takut manusia.

Oleh karena itu, Jin Qarin (Setan) pun selalu berusaha agar manusia kerap menghasilkan energi dari emosi negatif.

Seperti contohnya perasaan marah. Marah adalah rasa tidak suka yang membangkitkan semangat. Dalam tahap ini, marah merupakan emosi yang netral.

Marah menjadi emosi negatif jika misalnya dipendam hingga menjadi dendam. Marah juga menjadi emosi negatif ketika dilampiaskan dengan cara mencaci atau mengamuk.


Contoh lain adalah perasaan sedih. Sedih adalah rasa tidak suka terhadap apa yang telah terjadi sehingga menyebabkan penurunan semangat. Dalam tahap ini, sedih merupakan emosi yang netral.

Sedih menjadi emosi negatif jika misalnya berlanjut menjadi putus asa atau malas berusaha.

Selain contoh-contoh di atas, masih banyak dorongan lain yang Setan bisikkan ke dalam hati manusia.

Di antaranya adalah sombong dan meremehkan orang lain, sering mengeluh dan tidak bersyukur, iri (tidak suka orang lain mendapat nikmat) dan dengki (ingin menghilangkan nikmat yang didapatkan orang lain), tergesa-gesa dan impulsif (sekadar mengikuti keinginan hati), serta waswas dan overthinking (berpikir secara berlebihan).


Kasus gangguan jiwa juga dapat diawali dengan sifat mudah cemas dan overthinking. Orang yang overthinking membiarkan konflik hanya berputar-putar di dalam pikirannya.

Kecemasan ‘bagaimana jika hal itu terjadi’ tidak dikonfirmasi secara riil di dunia nyata. Sehingga dirinya kemudian menganggap sebagian kecemasan/khayalannya sebagai kenyataan.

Manusia yang terlalu sering didominasi emosi negatif, tidak hanya menjadi kesukaan Jin Qarin (Setan), tetapi juga bisa dikuasai Jin zalim lainnya, yakni kondisi yang disebut kerasukan Jin.

Syaikh Wahid Abdussalam Bali, ahli ruqyah dari Arab Saudi, mengatakan bahwa berdasarkan pengalamannya menemui kasus-kasus kerasukan Jin, biasanya diawali ketika manusia yang dirasuki tersebut dalam keadaan sangat marah, sangat takut, atau sangat syahwat.[1]


Sihir dan ‘Ain

Sihir dan ‘Ain juga membutuhkan emosi negatif untuk menjadi sarana bagi Jin. Seperti misalnya sihir santet yang bertujuan untuk mencelakai orang lain.

Dalam sebuah penelitian mengenai fenomena santet di Banten, narasumber (enam orang) sepakat bahwa santet bermula dari perasaan iri, benci, dan dendam yang dimiliki oleh pelakunya.[2]

Pelaku lalu meminta dukun untuk mengirim santet kepada korban, dan dukun kemudian meminta bantuan Jin untuk melaksanakan santet.

Jin melaksanakan santet dengan memanfaatkan energi dari emosi negatif yang dimiliki pelaku dan terutama dukun. Sehingga tak jarang jika gagal mengenai korban, santet akan berbalik mengenai dukun.

Sedangkan ‘Ain (pandangan mata) adalah pengaruh buruk yang muncul dari diri orang yang dengki (hasad).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa Jibril pernah mendatanginya dan mengajarkan ruqyah untuk mengobati penyakit ‘Ain,

بِسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ يُؤْذِيكَ مِنْ حَسَدِ حَاسِدٍ وَكُلِّ عَيْنٍ وَاسْمُ اللَّهِ يَشْفِيكَ

“Dengan nama Allah aku meruqyahmu dari segala sesuatu yang menyakitimu, dari hasadnya setiap orang yang hasad dan dari penyakit ‘Ain, demi nama Allah semoga Ia menyembuhkanmu.”

(HR. Ahmad no. 21698 versi aplikasi Lidwa)


Hadits ini menyandingkan orang hasad (dengki) dengan penyakit ‘Ain, sehingga menunjukkan bahwa penyakit ‘Ain berasal dari orang yang dengki.

Jin yang zalim suka mengikuti orang yang memiliki sifat hasad. Jin yang zalim ini terkadang menggunakan energi dari emosi negatif hasad untuk menyakiti orang yang menjadi objek hasad.

Hal ini dilakukan Jin yang zalim tersebut agar pelaku hasad merasa senang dan terus memelihara sifat hasadnya, sehingga Jin tersebut dapat terus menikmati energi dari emosi negatif hasad.

Abu Umamah bin Sahl berkata bahwa ayahnya, Sahl bin Hunaif, pernah membuka jubahnya untuk mandi di Al Kharrar, dan ‘Amir bin Rabi’ah ketika itu melihatnya.

‘Amir bin Rabi’ah pun berkata: “Aku tidak pernah melihat kulit indah seperti yang kulihat pada hari ini, bahkan mengalahkan kulit wanita gadis.”

Maka Sahl pun seketika jatuh sakit di tempat itu dan sakitnya semakin bertambah parah. Hal ini pun dikabarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menyuruh ‘Amir bin Rabi’ah untuk berwudhu, kemudian air bekas wudhu ‘Amir bin Rabi’ah disiramkan ke Sahl, dan Sahl pun sembuh.


(HR. Ahmad no. 15144 dan Malik no. 1471 versi aplikasi Lidwa)

‘Amir bin Rabi’ah saat itu tidak menginginkan keburukan bagi Sahl, sehingga menunjukkan bahwa penyakit ‘Ain dapat terjadi meskipun pelaku hasad tidak menginginkannya.

Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مِنْ أَخِيهِ أَوْ مِنْ نَفْسِهِ أَوْ مِنْ مَالِهِ مَا يُعْجِبُهُ فَلْيُبَرِّكْهُ فَإِنَّ الْعَيْنَ حَقٌّ

“Jika salah seorang dari kalian melihat pada diri saudaranya atau dari hartanya, suatu hal yang menakjubkan maka doakanlah keberkahan baginya, karena penyakit ‘Ain itu benar adanya.”

(HR. Ahmad no. 15144 versi aplikasi Lidwa)


Sehingga jika seseorang merasa takjub dengan nikmat yang dimiliki orang lain maka doakanlah keberkahan baginya agar rasa takjub tersebut tidak menjadi penyakit ‘Ain yang dapat merusak diri, keluarga, atau harta dari orang yang ditakjubi.


Setan Juga Mengganggu Orang Kafir

“Tidakkah kamu lihat, bahwasanya Kami telah mengirim syaitan-syaitan itu kepada orang-orang kafir untuk menghasung mereka berbuat maksiat dengan sungguh-sungguh?” (QS. Maryam: 83)

Setan juga mengganggu orang kafir dengan tujuan supaya orang-orang kafir terus berbuat maksiat, melakukan perselisihan, dan berpanjang angan.

Hal ini karena kemaksiatan, perselisihan, dan berpanjang angan turut melahirkan emosi negatif yang menjadi konsumsi bagi Setan.

Lalu, bagaimana cara menghadapi gangguan Setan?


Iblis berkata: “Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka.” (QS. Shad: 82–83)

Iblis sendiri telah mengakui bahwa orang-orang yang mukhlis (الْمُخْلَصِينَ) akan selamat dari kesesatan Setan.

الْمُخْلَصِينَ berarti orang-orang yang dalam kondisi ikhlas. Dalam bahasa Arab, kata dasar ‘ikhlas’ tersusun dari suku kata خ-ل-ص yang bermakna kosong, jernih, bersih.

Salah satu ciri ikhlas adalah tidak membiarkan emosi negatif terlalu lama mendiami hati. Ketika ada kejadian yang menimbulkan emosi negatif, orang ikhlas akan berusaha membersihkannya dari hatinya.


Dan inilah solusi untuk menghadapi gangguan Setan, yakni jangan memendam emosi negatif. Kehidupan dunia akan selalu membuka peluang munculnya emosi negatif. Manusia harus mampu mengenali kondisi saat emosi negatif muncul, lalu mencari cara untuk melepaskannya.

Wallahu A’lam


📞 Hubungi kami di 0813-747-747-15 atau kunjungi situs kami di janamadinahwisata.co.id untuk informasi lebih lanjut dan pendaftaran. Jana Madinah Wisata siap membantu Anda merencanakan perjalanan haji yang tak terlupakan


Bersama Jana Madinah Wisata wujudkan perjalanan spiritual mu.


🕋 PT. Jana Madinah Wisata

(Provider Visa Haji Furoda)

Travel Umroh & Haji


"InsyaAllah Perjalanan Nyaman Sesuai Syariah"


INFO, PENDAFTARAN & KONSULTASI UMROH / HAJI :


📞 0813-7477-4715 (whatsApp/call)


🌐www.janamadinahwisata.co.id


Alamat Kantor Pusat Jana Madinah Wisata :

Jl. Pulo Sirih Utama No.297, RT.001/RW.015, Jaka Setia, Kec. Bekasi Selatan.

Bekasi, Jawa Barat 17147


#JMW 

#JMW