Dalam bahasa Ibrani, Taurat berarti “Petunjuk” atau “Pengajaran.” Saat ini Taurat adalah sebutan bagi 5 kitab pertama dari Tanakh (Alkitab Yahudi).

Tanakh sendiri terdiri atas 24 kitab, dan menjadi bagian utama dari Perjanjian Lama Alkitab Kristen. Sehingga 5 kitab Taurat juga terdapat dalam Alkitab Kristen.


Lima Kitab Taurat

Taurat dalam Alkitab Kristen memiliki kandungan yang sama dengan Taurat dalam Alkitab Ibrani/Yahudi. Perbedaannya di nama-nama 5 kitab Taurat, yaitu:

1.) Kitab Pertama dalam Alkitab Kristen dinamakan Kitab Kejadian, sedangkan dalam Alkitab Ibrani dinamakan Beresyit (pada mulanya).

Isinya menceritakan kisah penciptaan, kisah para leluhur (nabi-nabi) sebelum masa Nabi Musa, hingga kisah leluhur bangsa Israel yang masuk ke Mesir.

2.) Kitab Kedua dalam Alkitab Kristen dinamakan Kitab Keluaran, sedangkan dalam Alkitab Ibrani dinamakan Syemot (nama-nama).

Isinya menceritakan kisah bangsa Israel yang keluar meninggalkan Mesir, dan kemudian melakukan perjanjian dengan Allah di Gunung Sinai.

3.) Kitab Ketiga dalam Alkitab Kristen dinamakan Kitab Imamat, sedangkan dalam Alkitab Ibrani dinamakan Wayiqra (memanggil).

Isinya menceritakan perintah Tuhan yang diberikan di Gunung Sinai, termasuk tata cara ibadat dan upacara agama bangsa Israel di masa itu.

4.) Kitab Keempat dalam Alkitab Kristen dinamakan Kitab Bilangan, sedangkan dalam Alkitab Ibrani dinamakan Bemidbar (di padang gurun).

Isinya menceritakan peristiwa yang dialami bangsa Israel selama pengembaraan mereka di padang gurun, dalam perjalanan ke tanah Kanaan.

5.) Kitab Kelima dalam Alkitab Kristen dinamakan Kitab Ulangan, sedangkan dalam Alkitab Ibrani dinamakan Devarim (perkataan-perkataan).

Isinya terutama menceritakan khutbah-khutbah Nabi Musa sesaat sebelum bangsa Israel masuk ke tanah Kanaan.


Perubahan Taurat

Kalangan Yahudi dan Kristen meyakini kelima kitab Taurat tersebut ditulis atau disusun oleh Nabi Musa, kecuali 8 ayat terakhir Kitab Ulangan.

Ayat-ayat terakhir Kitab Ulangan ditulis oleh Nabi Yosua (Yusya’ bin Nun) dan menceritakan kisah kematian Nabi Musa.

Sedangkan umat Islam mengakui bahwa Kitab Taurat saat ini masih ada, tetapi telah mengalami perubahan (tahrif).

اَفَتَطْمَعُوْنَ اَنْ يُّؤْمِنُوْا لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيْقٌ مِّنْهُمْ يَسْمَعُوْنَ كَلَامَ اللّٰهِ ثُمَّ يُحَرِّفُوْنَهٗ مِنْۢ بَعْدِ مَا عَقَلُوْهُ وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ

“Maka apakah kamu (Muslimin) sangat mengharapkan mereka (Yahudi) akan percaya kepadamu, sedangkan segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah memahaminya, padahal mereka mengetahuinya?”

(QS. Al Baqarah: 75)


Para sejarawan Alkitab berpendapat bahwa Taurat yang digunakan saat ini adalah hasil kodifikasi yang melibatkan banyak penulis selama periode waktu yang lama.

Philip R. Davies, Profesor Studi Alkitab di Universitas Sheffield, Inggris, dalam “The Canon Debate” (2002:50) berpendapat bahwa penetapan kanon Alkitab Ibrani terjadi di masa Dinasti Hasmonean (140–37 SM).


Franz V Greifenhagen, Profesor Studi Agama di Luther College, Universitas Regina, dalam “Egypt on the Pentateuch’s Ideological Map” (2002:206–207) berpendapat bahwa Taurat yang ada saat ini berasal dari masa ketika orang-orang Yahudi berada di bawah protektorat Persia (539–332 SM).

Artinya, proses kodifikasi Taurat dan Alkitab Ibrani memiliki selang waktu sekira 1000 tahun sejak kematian Nabi Musa.

Adele Berlin, Profesor Studi Biblika di Universitas Maryland, dalam “Poetics and Interpretation of Biblical Narrative” (1994:113) menyatakan bahwa Taurat yang ada saat ini merupakan hasil kodifikasi tradisi lisan.

Dalam proses pengajaran Taurat secara lisan, terjadi perubahan, penambahan, dan pengurangan isi Taurat karena bercampurnya pendapat penafsir dengan teks kitab suci.

Hal ini pun tercatat dalam salah satu kitab Perjanjian Lama.

“Bagaimanakah kamu berani berkata: Kami bijaksana, dan kami mempunyai Taurat TUHAN? Sesungguhnya, pena palsu penyurat sudah membuatnya menjadi bohong.”

(Kitab Yeremia 8:8)


Al Qur’an Sebagai Batu Ujian

Namun demikian, tidak berarti semua isi Taurat yang ada saat ini adalah kedustaan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا تُصَدِّقُوا أَهْلَ الْكِتَابِ وَلَا تُكَذِّبُوهُمْ

“Janganlah kalian membenarkan Ahlul Kitab dan jangan pula mendustakannya.”

(HR. Bukhari no. 4485 versi Fathul Bari, no. 4125 versi aplikasi Lidwa)

Hadits ini menunjukkan bahwa ada kebenaran dan kedustaan dalam Alkitab sehingga tidak bisa dibenarkan semuanya atau didustakan semuanya.

وَاَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتٰبِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ

“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu.”

(QS. Al Maa’idah: 48)


Ayat ini menunjukkan bahwa Al Qur’an adalah acuan untuk menentukan benar tidaknya kandungan ayat yang saat ini terdapat dalam Taurat.

Setidaknya ada 3 kondisi yang dihasilkan saat menguji Taurat dengan Al Qur’an:

Pertama, isi Taurat yang sama dengan Al Qur’an adalah bagian dari Taurat yang belum mengalami perubahan (tahrif).

Contohnya adalah ayat-ayat yang menyatakan tauhid atau keesaan Allah.

“Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!”

(Kitab Ulangan 6:4)


Contoh lainnya adalah hukum “mata ganti mata” yang disebutkan Qur’an Surat Al Maa’idah ayat 45.

“Janganlah engkau merasa sayang kepadanya, sebab berlaku: nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki.”

(Kitab Ulangan 19:21)


Kedua, isi Taurat yang berbeda atau bertentangan dengan nilai dan pesan Al Qur’an adalah bagian dari Taurat yang sudah mengalami tahrif.

Contohnya adalah ayat-ayat yang menistakan para nabi.

Seperti misalnya ayat yang menyebutkan Nabi Nuh mabuk lalu mengutuk salah satu keturunannya (Kitab Kejadian 9:21–25).

Juga ayat yang menyebutkan Nabi Luth melakukan hubungan incest dengan anaknya (Kitab Kejadian 19:31–36).

Atau ayat yang menyebutkan Nabi Harun membuat berhala anak lembu emas (Kitab Keluaran 32:1–4).

Ayat-ayat tersebut bertentangan dengan pesan dalam Al Qur’an bahwa para nabi adalah ma’shum (terjaga) dari dosa-dosa besar.

Seperti misalnya Nabi Yusuf yang diingatkan Allah ketika sempat tergoda untuk mengikuti keinginan istri al-Aziz (QS. Yusuf: 24).

Juga Nabi Muhammad yang diingatkan Allah ketika bermuka masam dan berpaling saat didatangi Abdullah bin Ummi Maktum (QS. ´Abasa: 1–4).

Contoh lainnya adalah salah satu mukjizat Nabi Musa, yaitu tangan bercahaya.


Lagi firman TUHAN kepadanya: “Masukkanlah tanganmu ke dalam bajumu.” Dimasukkannya tangannya ke dalam bajunya, dan setelah ditariknya ke luar, maka tangannya kena kusta, putih seperti salju.

(Kitab Keluaran 4:6)

Taurat yang ada saat ini menyebutkan bahwa putihnya tangan Nabi Musa dikarenakan kena penyakit kusta, sedangkan Al Qur’an menyatakan bahwa putihnya tangan Nabi Musa bukan karena penyakit.

وَاَدْخِلْ يَدَكَ فِيْ جَيْبِكَ تَخْرُجْ بَيْضَاۤءَ مِنْ غَيْرِ سُوْۤءٍۙ

“Dan masukkanlah tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia akan ke luar menjadi putih (bersinar) bukan karena penyakit.”

(QS. An Naml: 12)

Perubahan isi Taurat juga terjadi saat Alkitab Ibrani diterjemahkan ke bahasa non-Ibrani.

Contohnya kisah tulah yang dijatuhkan untuk Mesir.

Kitab Keluaran 8:16 versi Terjemahan Baru menyebutkan tulah ketiga adalah nyamuk, sedangkan versi Raja James (King James Version) menyebutnya lice (kutu).

Hal ini disebabkan perbedaan pendapat mengenai kata ‘kinim’ dalam Alkitab Ibrani, Syemot 8:16, apakah diterjemahkan sebagai kutu atau nyamuk.

Al Qur’an sendiri menyebut tulah ketiga tersebut merupakan wabah kutu (الْقُمَّلَ).

فَاَرْسَلْنَا عَلَيْهِمُ الطُّوْفَانَ وَالْجَرَادَ وَالْقُمَّلَ وَالضَّفَادِعَ وَالدَّمَ اٰيٰتٍ مُّفَصَّلٰتٍۗ

“Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak, dan darah sebagai bukti yang jelas.”

(QS. Al A’raaf: 133)


Ketiga, isi Taurat yang tidak disebutkan dalam Al Qur’an.

Para mufassir umumnya menerima kisah sejarah dalam Taurat (Kisah Israiliyat), yang tidak disebutkan dalam Al Qur’an, selama tidak bertentangan dengan nilai dan pesan Al Qur’an.

Contohnya silsilah keturunan Nabi Adam sampai Nabi Nuh yang disebutkan dalam Kitab Kejadian 5:1–32. Nama-nama dalam silsilah tersebut banyak ditemukan dalam kitab-kitab tafsir.

Walaupun demikian, umat Islam tidak wajib mengetahui Kisah Israiliyat karena ilmu yang wajib diketahui (seperti sifat Allah, cara shalat, dan perkara wajib lainnya) telah dijelaskan dalam Al Qur’an dan hadits shahih.

Kisah Israiliyat, yang tidak bertentangan dengan nilai dan pesan Al Qur’an, hanya digunakan untuk memberi hikmah kejadian masa silam, dan tidak untuk menetapkan hukum halal-haram.


Wallahu A’lam


📞 Hubungi kami di 0813-747-747-15 atau kunjungi situs kami di janamadinahwisata.co.id untuk informasi lebih lanjut dan pendaftaran. Jana Madinah Wisata siap membantu Anda merencanakan perjalanan haji yang tak terlupakan


Bersama Jana Madinah Wisata wujudkan perjalanan spiritual mu.


🕋 PT. Jana Madinah Wisata

(Provider Visa Haji Furoda)

Travel Umroh & Haji


"InsyaAllah Perjalanan Nyaman Sesuai Syariah"


INFO, PENDAFTARAN & KONSULTASI UMROH / HAJI :


📞 0813-7477-4715 (whatsApp/call)


🌐www.janamadinahwisata.co.id


Alamat Kantor Pusat Jana Madinah Wisata :

Jl. Pulo Sirih Utama No.297, RT.001/RW.015, Jaka Setia, Kec. Bekasi Selatan.

Bekasi, Jawa Barat 17147


#JMW 

#JMW